Sumber : Jakartapress.com
Jakarta – Apabila benar bahwa pemerintah menyelamatkan Bank Century karena ada dana tentara Amerika Serikat (AS), maka hal ini menjadi bukti bahwa pemerintah hanya mementingkan desakan/tekanan/pesanan negara adi kuasa dan mengesampingkan kepentingan dalam negeri. Saat Bank Century akan colaps diduga ada negosiasi antara pemerintah AS dengan Indonesia terkait keberadaan dana tentara AS tersebut, dan tim ekonomi pemerintah dipastikan tidak akan menolak desakan dari AS.
Benarkah Pemerintah selama ini sangat minim perhatian terhadap aset-aset negara maupun warganya yang bermasalah di luar negeri, dan begitu dipesan oleh negara kuat, pemerintah mau saja? Teka-teki kenapa Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tidak secara merta menutup Bank Century yang mengalami kesulitan likuiditas pada akhir tahun lalu kini mulai terkuak.
Anggota Komisi XI DPR RI Dadjad H Wibowo (F-PAN) mengungkapkan, hal itu disebabkan adanya tekanan dari Pemerintah AS. "Karena kita melihat Bank Century (tidak ditutup) bukan hanya untuk kepentingan nasabah dan nasional, tapi karena ada pensiunan dana tentara AS di sana. Jangan sampai Pemerintah Indonesia mementingkan dana AS dengan mengabaikan kepentingan nasabah dalam negeri," kata pengamat ekonomi yang kini jadi vokalis DPR yang masih punya idealisme ini.
Sementara Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani mengaku tidak berani dan tak bisa mengumumkan status dana pensiun tentara AS yang diparkir di Bank Century. “Saya tidak tahu, karena ada kerahasiaan bank. Nanti mungkin BI yang bisa umumkan,” elaknya saat dicegat jakartapress.com usai rapat dengar pendapat Komisi XI DPR RI dengan LPS, Menteri Keuangan dan Bank Indonesia (BI) di gedung DPR, Senayan, Kamis (27/8). “Saya kan gak boleh tahu ada detail satu persatu. Tanyakan saja ke Bank Century,” kilah Firdaus Djaelani sembari enggan lagi memberi penjelasan.
Konon, dana pensiun tentara AS sebesar Rp 250 miliar di Bank Century tidak bisa diambil karena masih menggantung penyelesaian kasus Bank swasta itu. Sementara dalam rapat dengar pendapat Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Deputi Gubernur Senior BI Darmin Nasution dan Kepala LPS, Komisi Keuangan DPR RI itu masih mempertanyakan suntikan dana Rp 6,7 triliun ke Bank Century. Selain itu, DPR mempertanyakan aset Robert Tantular (Komisaris Utama Bank Century) yang sudah disita digunakan untuk apa oleh pemerintah. Sebab DPR melihat, aset tersebut bisa untuk memperkuat modal Bank Century dan juga bisa dikembalikan ke LPS.
Sebelumnya, anggota Komisi XI DPR Dradjad H Wibowo mengungkapkan, sebuah lembaga pengelola dana pensiun tentara AS akan mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan RI terkait nasib uang mereka yang ditanamkan di produk investasi yang dijual oleh PT Bank Century Tbk. Politisi PAN yang masih memiliki integritas ini mengaku telah mendapatkan draft surat dari lembaga pengelola dana pensiun tentara AS tersebut. “Rencananya, mereka segera menyurati Menteri Keuangan. Suratnya telah ditembuskan ke saya,” beber Dradjad.
Sejauh ini, ia mengaku telah saling berkomunikasi lewat e-mail dengan perwakilan dari dana pensiun tentara AS tersebut. Menurut Dradjad, pengelola dana pensiun itu meminta pemerintah Indonesia memperhatikan dana mereka sehingga bisa dikembalikan. Dana pensiun tentara AS merupakan salah satu dari ratusan, bahkan mungkin ribuan korban produk investasi reksa dana yang diterbitkan oleh PT Antaboga Delta Sekuritas. Total kerugian nasabah diperkirakan mencapai Rp 1,5 triliun.
Asisten Direktur Bank Century Umar Ulin Lega juga membenarkan, dana pensiun tentara AS tersangkut. Lembaga pensiun itu menempatkan dana di sebuah perusahaan lokal di Indonesia. Nah, perusahaan itulah yang membeli produk discreationary fund milik Antaboga. “Jadi, dana tentara AS tersangkut secara tidak langsung,” akunya.
Meski demikian, Umar mengaku lupa nama perusahaan itu. Namun, menurutnya, dari catatan laporan Bank Century dan di Antaboga, tidak dite¬mukan secara langsung duit milik dana pensiun tentara AS. Sebelumnya, Direktur Utama Bank Century Maryono juga membenarkan ada salah satu nasabah korporasi Bank Century yang mempunyai komunikasi dengan tentara AS. Komunikasi terjadi sebelum bank ini diambilalih.
Sedangkan Direktur Bank Century, Ahmad Fajar mengaku, dana tentara AS itu dibelikan produk investasi Antaboga. Dia menjelaskan dana tentara AS tersebut dikelola oleh manajer investasi yang biasanya menginvestasikan ke negara di Asia dengan yield yang tinggi.
Sebagaimana diketahui, dana pensiunan tentara AS tersangkut di PT Antaboga Delta Securities. Perusahaan konsultasi AS, Armitage International LC meminta bantuan pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Permintaan itu disampaikan melalui surat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 29 April lalu. Surat dengan perihal sama sudah pernah dikirimkan pada 1 Desember 2008.
Armitage International merupakan perusahaan konsultasi besar di Amerika Serikat. Armitage ditunjuk sebagai konsultan oleh Meddley Opprotunity Fund Ltd, perusahaan pengelola dana pensiunan tentara Amerika. Dalam surat itu, Richard meminta bantuan pemerintah menyelesaikan persoalan dengan PT Indo Dana Persada dan PT Artha Persada Finance. Dia menjelaskan, pada Juli 2007 Medley membeli surat utang Indo Dana setara dengan US$ 20,4 juta. Uang ini kemudian digunakan Indo Dana untuk memodali Artha Persada Finance.
Benarkah Pemerintah selama ini sangat minim perhatian terhadap aset-aset negara maupun warganya yang bermasalah di luar negeri, dan begitu dipesan oleh negara kuat, pemerintah mau saja? Teka-teki kenapa Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tidak secara merta menutup Bank Century yang mengalami kesulitan likuiditas pada akhir tahun lalu kini mulai terkuak.
Anggota Komisi XI DPR RI Dadjad H Wibowo (F-PAN) mengungkapkan, hal itu disebabkan adanya tekanan dari Pemerintah AS. "Karena kita melihat Bank Century (tidak ditutup) bukan hanya untuk kepentingan nasabah dan nasional, tapi karena ada pensiunan dana tentara AS di sana. Jangan sampai Pemerintah Indonesia mementingkan dana AS dengan mengabaikan kepentingan nasabah dalam negeri," kata pengamat ekonomi yang kini jadi vokalis DPR yang masih punya idealisme ini.
Sementara Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani mengaku tidak berani dan tak bisa mengumumkan status dana pensiun tentara AS yang diparkir di Bank Century. “Saya tidak tahu, karena ada kerahasiaan bank. Nanti mungkin BI yang bisa umumkan,” elaknya saat dicegat jakartapress.com usai rapat dengar pendapat Komisi XI DPR RI dengan LPS, Menteri Keuangan dan Bank Indonesia (BI) di gedung DPR, Senayan, Kamis (27/8). “Saya kan gak boleh tahu ada detail satu persatu. Tanyakan saja ke Bank Century,” kilah Firdaus Djaelani sembari enggan lagi memberi penjelasan.
Konon, dana pensiun tentara AS sebesar Rp 250 miliar di Bank Century tidak bisa diambil karena masih menggantung penyelesaian kasus Bank swasta itu. Sementara dalam rapat dengar pendapat Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Deputi Gubernur Senior BI Darmin Nasution dan Kepala LPS, Komisi Keuangan DPR RI itu masih mempertanyakan suntikan dana Rp 6,7 triliun ke Bank Century. Selain itu, DPR mempertanyakan aset Robert Tantular (Komisaris Utama Bank Century) yang sudah disita digunakan untuk apa oleh pemerintah. Sebab DPR melihat, aset tersebut bisa untuk memperkuat modal Bank Century dan juga bisa dikembalikan ke LPS.
Sebelumnya, anggota Komisi XI DPR Dradjad H Wibowo mengungkapkan, sebuah lembaga pengelola dana pensiun tentara AS akan mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan RI terkait nasib uang mereka yang ditanamkan di produk investasi yang dijual oleh PT Bank Century Tbk. Politisi PAN yang masih memiliki integritas ini mengaku telah mendapatkan draft surat dari lembaga pengelola dana pensiun tentara AS tersebut. “Rencananya, mereka segera menyurati Menteri Keuangan. Suratnya telah ditembuskan ke saya,” beber Dradjad.
Sejauh ini, ia mengaku telah saling berkomunikasi lewat e-mail dengan perwakilan dari dana pensiun tentara AS tersebut. Menurut Dradjad, pengelola dana pensiun itu meminta pemerintah Indonesia memperhatikan dana mereka sehingga bisa dikembalikan. Dana pensiun tentara AS merupakan salah satu dari ratusan, bahkan mungkin ribuan korban produk investasi reksa dana yang diterbitkan oleh PT Antaboga Delta Sekuritas. Total kerugian nasabah diperkirakan mencapai Rp 1,5 triliun.
Asisten Direktur Bank Century Umar Ulin Lega juga membenarkan, dana pensiun tentara AS tersangkut. Lembaga pensiun itu menempatkan dana di sebuah perusahaan lokal di Indonesia. Nah, perusahaan itulah yang membeli produk discreationary fund milik Antaboga. “Jadi, dana tentara AS tersangkut secara tidak langsung,” akunya.
Meski demikian, Umar mengaku lupa nama perusahaan itu. Namun, menurutnya, dari catatan laporan Bank Century dan di Antaboga, tidak dite¬mukan secara langsung duit milik dana pensiun tentara AS. Sebelumnya, Direktur Utama Bank Century Maryono juga membenarkan ada salah satu nasabah korporasi Bank Century yang mempunyai komunikasi dengan tentara AS. Komunikasi terjadi sebelum bank ini diambilalih.
Sedangkan Direktur Bank Century, Ahmad Fajar mengaku, dana tentara AS itu dibelikan produk investasi Antaboga. Dia menjelaskan dana tentara AS tersebut dikelola oleh manajer investasi yang biasanya menginvestasikan ke negara di Asia dengan yield yang tinggi.
Sebagaimana diketahui, dana pensiunan tentara AS tersangkut di PT Antaboga Delta Securities. Perusahaan konsultasi AS, Armitage International LC meminta bantuan pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Permintaan itu disampaikan melalui surat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 29 April lalu. Surat dengan perihal sama sudah pernah dikirimkan pada 1 Desember 2008.
Armitage International merupakan perusahaan konsultasi besar di Amerika Serikat. Armitage ditunjuk sebagai konsultan oleh Meddley Opprotunity Fund Ltd, perusahaan pengelola dana pensiunan tentara Amerika. Dalam surat itu, Richard meminta bantuan pemerintah menyelesaikan persoalan dengan PT Indo Dana Persada dan PT Artha Persada Finance. Dia menjelaskan, pada Juli 2007 Medley membeli surat utang Indo Dana setara dengan US$ 20,4 juta. Uang ini kemudian digunakan Indo Dana untuk memodali Artha Persada Finance.
0 comments:
Post a Comment