Judul Buku : Membongkar Gurita Cikeas
Pengarang : George Junus Aditjondro
Penerbit : Galang Press
Halaman : 183
ISBN : 978-602-8174-35-0
Kasus b
ank Century yang menghebohkan itu disebabkan karena ada tudingan yang menyebutkan bahwa kucuran data talangan untuk Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun mengalir ke tim sukses kampanye Partai Demokrat dan Pemenangan SBY-Boedinono pada Pemilu serta Pilpres 2009.
Selama ini sikap SBY terlihat tidak tegas dalam menyelesaikan suatu masalah, malahan terkesan tebang pilih. Ini tidak sesuai dengan janji SBY saat kampanye dulu. “Katakan tidak pada korupsi”, begitulah slogan yang didengungkan SBY dan tak terkecuali keluarga Cikeas.
Jika ditelisik satu per satu, keluarga besar Cikeas menguasai pos-pos strategis. Hartanto Edhie Wibowo, adik bungsu Ny. Ani Yudhoyono menjabat sebagai Komisaris Utama PT PowerTel dan Gatot Suwondo, kerabat Ny. Ani Yudhoyono, duduk sebagai Dirut BNI.
Hartati Murdaya, pemimpin kelompok CCM (Central Cipta Murdaya) dan Boedi Sampoerna, salah satu penerus keluarga Sampoerna, yang notabene nasabah kakap Bank Century adalah penyokong dana kampanye Partai Demokrat. Deposon kelas kakap lainnya adalah PTPN Jambi, Jamsostek dan PT Sinar Mas.
Ramadhan Pohan, Ketua Bidang Pusat Informasi BAPPILU Partai Demokirat duduk sebagai Pemimpin Redaksi harian
Jurnal Nasional dan majalah Arti, serta Wakil Ketua Dewan Redaksi di majalah
Eksplo. Sebelum menjabat sebagai Pemimpin Redaksi
Jurnas, Ramadhan Pohan merangkap sebagai Direktur Opini Publik & Studi Partai Politik Blora Center,
think tank Partai Demokrat yang mengantar SBY ke kursi presidennya yang pertama. Kalangan pengamat politik di Jakarta mencurigai bahwa dana kelompok Sampoerna juga mengalir ke Blora Center. Karena, sebelum
Jurnas terbit, Blora Center menerbitkan tabloid dwi mingguan
Kabinet, yang menyoroti kinerja anggota-anggota Kabinet Indonesia Bersatu. Sementara, Ramadhan Pohan baru saja terpilih menjadi anggota DPR-RI dari Fraksi Demokrat, mewakili Dapil VII Jawa Timur (
Jurnalnet.com, 25 Feb.2005,
Fajar, 21 Juni 2005;
ramadhanpohan.com, 14 Okt.2009).
Penggalangan dukungan politis dan ekonomis bagi SBY dimotori oleh yayasan-yayasan yang beraliasi dengan SBY dan Ny. Ani Yudhoyono. Antara tahun 2005-2006 telah didirikan dua yayasan yang beraliasi ke SBY, yaitu Yayasan Majelis Dzikir SBY Nurussalam yang didirikan tahun 2005 dan berkantor di Tebet, Jakart Selatan, tapi selalu menyelenggarakan kegiatan-kegiatan dzikirnya di Masjid Baiturrahim di Istana Negara; serta Yayasan Kepedulian Sosial Puri Cikeas, disingkat Yayasan Puri Cikeas, yang didirikan tanggal 11 Maret 2006 di kompleks perumahan Cikeas Indah. Kedua yayyasan ini melibatkan sejumlah menteri (ada yang sekarang mantan menteri), sejumlah perwira tinggi, sejumlah pengusaha, serta anggota keluarga besar SBY. Edhi Baskoro Yudhoyono, putra bungsu SBY dan Ny. Ani Yudhoyono, menjabat sebagai salah seorang Sekretaris Yayasan Majelis Dzikir SBY Nurussalam dan Hartanto Edhie Wibowo, adik bungsu Ny. Ani Yudhoyono sebagai salah seorang bendahara.
Menjelang Pemilu 2009, yayasan penopang kekuasaan SBY bertambah satu : Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian (YKDK), yang dipimpin oleh Arwin Rasyid. Empat orang anggota Dewan Pembinanya sudah masuk ke dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II, yakni Djoko Suyanto, Purnomo Yusgiantoro, Sutanto dan MS Hidayat. Yayasan ini dikelola oleh orang-orang yang punya banyak pengalaman di bidang perbankan. Ketua Umumnya, Arwin Rasyid, Presiden Direktur CIMB Bank Niaga, sedangkan Bendahara Umumnya, Dessy Natalegawa yang merupakan adik kandung Menlu Marty Natalegawa, yang sudah diproyeksikan akan diangkat menjadi Menlu dalam KIB II. Yayasan ini telah mendapat kucuran dana sebesar US$ 1 juta dari Djoko Soegiarto Tjandra, pemilik Bank Bali dan buron kelas kakap BLBI (Vivanews, 2 Okt. 2009; Mimbar Politik, 7-14 Okt 2009: 10-11).
Yayasan Puri Cikeas, Yayasan Majelis Dzikir SBY Nurussalam dan Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian tidak dipimpin oleh SBY sendiri, tapi oleh orang-orang dari inner circle nya. Pola operasi ke tiganya, memadu kedermawanan dengan mobilisasi dukungan politik dan ekonomi. Ketiga yayasan itu melibatkan sejumlah Menteri dan staf harian Presiden, serta menguasai dana milyaran rupiah. Ketiga yayasan ini telah menelan data yang sebagian mungkin berasal dari anggarann Negara.
Hartanto Edhie Wibowo, punya ikatan bisnis dengan adik dari M. Hatta Rajasa, Pembina Yayasan Majelis Dzikir SBY Nurussalam, melalui PT Power Telecom (Powertel). Hartanto adalah Komisaris Utama perusahaan itu, dengan Komisaris, Retno Cahyaningtyas, isteri Dirut BNI Gatot Mudiantoro Suwondo. Adik Hatta Rajasa, Achmad Hafisz Tohir, duduk sebagai salah seorang direktur, pakar telematika Roy Suryo Notodiprojo komisaris independent dan Dicky Tjokrosaputro, salah seorang pewaris Batik Keris, direktur utama PT Powertel.
Perusahaan kongsi keluarga Tjokrosaputro, Hatta Rajasa dan Hartanto Edhie Wibowo mengambil keuntungan dari akumulasi hutang Republik Indonesia kepada Bank Dunia serta pemerintah Jepang dan RRC, sewaktu Hatta Rajasa menjabat sebagai MenteriPerhubungan. Dengan demikian apakah SBY dapat menyangkal bahwa ia penganut pola ekonomi neo-liberalis, yang mendahulukan kepentingan modal besar ketimbang kepentingan rakyat?
Aspek lain di balik perkongsian Dicky Tjokrosaputro dengan keluarga SBY dan Hatta Rajasa adalah untuk mencari perlindungan terhadap tekanan Bank Mandiri. Melalui PT Hanson International Tbk yang bergerak di bidang pertambangan batubara, tiga bersaudara Benny, Teddy dan Dicky Tjokrosaputro, masih berutang Rp 152,5 milyar kepada Bank Mandiri, yang hanya bagian kecil dari hutang kelompok PT Suba Indah Tbk sebesar Rp 1,28 trilyun kepada bank itu.
Retno Cahyaningtyas alias Retno Gatot Suwondo, memiliki hubungan kerjasama dengan Okke Hatta Rajasa, dalam kepengurusan Cita Tenun Indonesia (CTI), suatu perkumpulan pencinta tenun, yang dikelola oleh sejumlah menteri dan isteri menteri, seperti Marie LK Pangestu, Meutia Hatta Swasono, Murniati Widodo AS. Okke Hatta Rajasa adalah ketua perkumpulan itu, sedangkan Retno Gatot Suwondo mengkoordinasi Bidang Pemasaran Produk. Pendirian CTI diresmikan langsung oleh Ny. Ani Yudhoyono.
Selain menjadi petinggi di PT Powertel, adik bungsu Ny. Ani Yudhoyono itu juga dipercayai memangku berbagai jabatan penting dalam Partai Demokrat, sebagai Ketua Departemen BUMN.
Putra bungsu SBY, Edhie Baskoro Yudhoyono, yang akrab dipanggil “Ibas”, dipercaya menjadi Ketua Departemen Kaderissasi DPP Partai Demokrat. Ibas juga ikut Center for Food, Energy and Water Studies (CFEWS), lembaga yang digagas Heru Lelono, staf khusus Presiden SBY. Ibas juga terjun ke dunia bisnis, khususnya kue kering, dengan menjadi Asisten Direksi PT Gala Pangan (situs kpu.go.id).
Ny. Ani Yudhoyono, yang aktif membina beberapa yayasan, yang yayasan-yayasan ini diketuai oleh beberapa orang istri Menteri dan pejabat kenegaraan yang lain, yaitu Yayasan Mutu Manikam Nusantara, diketuai Ny. Herawati Wirajuda (istri Menlu waktu itu); Yayasan Batik Indonesia, diketuai Yultin Ginanjar kartasasmita (istri ketua DPD Ginanjar Kartasasmita), dan Yayasan Sulam Indonesia, diketuai oleh Ny. Triesna Wacik, istri Jero Wacik, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, merangkap Ketua Dewan Pembina Yayasan Puri Cikeas.
Yayasan Batik Indonesia menonjolkan produk perusahaan baru bermerek Allur. Perusahaan ini mengundang perhatian. Pertama, lebih dari selusin gerai perusahaan tellah dibuka di Indonesia, Singapura dan Malaysia, sementara beberapa gerai sedang dirintis di London dan Moscow. Kedua, batik Allur telah mengangkat menantu SBY yang pernah dinobatkan menjadi duta batik Indonesia (Annisa Pohan) dan anaknya (Aira Yudhoyono), sebagai ikon perusahaan itu.
Para penguasa yang bergerak di bidang produksi dan pemasaran mutu manikam, batik dan sulaman, dapat ikut menikmati promosi yang dibayar dari uang rakyat, dengan berlindung di bawah ketiga paying yayasan yang beraliasi ke Ny. Ani Yudhoyono ini.
Audit terhadap keuangan yayasan-yayasan itu menjadi semakin penting tidak hanya karena duplikasi, malah dualisme pemerintahan dapat terjadi apabila yayasan-yayasan ini dibiarkan berkembang bebas, seperti yang telah terjadi di masa kediktatoran Soeharto, dengan seribu satu yayasannya.
Praktik pembelian suara yang dilakukan oleh caleg-caleg Partai Demokrat di berbagai wilayah merupakan salah satu factor kemenangan Partai Demokrat yang begitu fantastis.
Banyak pelanggaran UU Pemilu yang terjadi selama Pemilu legislatif dan Pilpres lalu. Mulai dari besarnya biaya kampanye yang dikelola oleh tim-tim siluman, pembelian suara lewat pembagian uang dann barang kepada pemilih (termasuk yang dilakukan oleh Edhie Baskoro Yudhoyono), bantuan Negara asing seperti melalui IFES (International Foundation for Electoral Systems), ornop AS yang dibantu oleh USAID, yang dilibatkan oleh KPU dalam proses penghitungan suara, serta penggiringan suara sebagian besar pemilih di Aceh, praktis legalitas hasil Pemilu yang lalu patut dipertanyakan.
Kemenangan SBY bukan hanya karena kehebatan kharismanya, yang dikemas oleh Fox Indonesia dalam iklan-iklan bernilai jutaan rupiah di media cetak dan elektronik, dibarengi klaim-klaim kesuksesan periode kepresidenannya yang pertama.